Eksistensi Arah Kiblat - El-Falaky

Eksistensi Arah Kiblat

Eksistensi Arah Kiblat

Eksistensi Arah Kiblat

(Dikaji Menurut Perspektif Terjemah Al-Qur’an, As-Sunnah dan Pendapat Pakar)
Oleh : M Bagus Mansur

Ust. Akh. Mukarram dalam bukunya menjelaskan bahwa Kata al-Qiblat dalam bahasa arab berarti al-jihat الجهة ) ( yang berarti arah. Kata ini berasal dari kata qabala-yaqbalu(قبل- يقبل)  yang berarti menghadap atau pusat pandangan. Maksudnya, Arah kiblat merupakan suatu titik pusat atau titik acuan hadap umat islam dalam melaksanakan ibadah, khususnya Sholat. Tidak diterima sholat seseorang tanpa menghadap ke arah kiblat, karena hal tersebut merupakan syarat sah ibadah sholat. Mengingat pentingnya arah kiblat dalam beribadah, maka suatu keharusan bagi umat islam untuk mengetahui ilmu-ilmu dan konsep-konsep tentang arah kiblat baik dalam Perspektif Al-Qur’an, As-Sunnah maupun pendapat pakar ahli yang selaras dengan ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam Q.S. Al-Baqoroh 2:144, Allah berfirman :
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ  
 Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[1], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. Konsep terjemahan Al-Qur’an dalam memaknai kiblat ialah hanya sebagai arah, sehingga masih membutuhkan penjelas untuk memperjelas konsep arah kiblat yang sesungguhnya.
Maka dari aspek As-Sunnah yang fungsi utama sebagai penjelas dan penguat ayat Al-Qur’an sangat dibutuhkan disini. Sebagai mana hadits 1 yang diriwayatkan dari Usamah bin Zayd, “ Sesungguhnya Rasulullah SAW. (suatu) ketika masuk di Baitullah,beliau berdo’a disetiap sisinya dan tidak sholat didalamnya sehingga beliau keluar. Dan ketika keluar beliau melaksanakan sholat dua rokaat dihadapan Baitullah. Beliau berkata : Inilah Qiblah. (H.R. Muslim). Hadits lain (hadits 2) juga menyebutkan, Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda : “ Baitullah (Ka’bah) ialah kiblat bagi ahli masjid (al-Haram), Dan Masjid ialah kiblat bagi tanah haram, dan tanah haram ialah kiblat bagi penduduk bumi di belahan timur dan barat dari ummatku “. (HR. Al-Baihaqi). Kedua hadits tersebut memberikan spesifikasi terhadap pengertian yang diberikan oleh terjemahan al-Qur’an. Dengan singkat penjelasan (hadits 1) bahwa Ka’bah atau Baitullah merupakan focus spot yang dijadikan Rasulullah SAW. Sebagai pusat hadapan beliau ketika sholat. Dan penjelas selanjutnya (hadits 2) bahwa focus spot hadap dalam beribadah seakan dibagi menjadi 3 bagian berbeda, dengan pembagian lingkup luas yang berbeda pula. Yakni Ka’baitullah sebagai kiblat penduduk yang ada di masjid al-haram, dan masjid al-haram merupakan kiblat bagi penduduk tanah haram, dan tanah haram yang cakupannya lebih luas merupakan kiblat bagi penduduk bumi baik dibelahan timur maupun barat. ( lihat gambar 1.1. )
Namun ketika dikaji, antara konsep al-Qur’an dan as-Sunnah yang telah disajikan mengalami banyak permasalahan yang muncul dikalangan masyarakat. Seperti bagaimana sholatnya orang yang sedang berada pada ketinggian atau kerendahan tempat yang tidak sesuai dengan Ka’bah ? ( lihat gambar 1.2. ) apakah bisa dikatakan sah apabila hanya menghadap ke suatu arah yang mengarah ke Ka’bah tanpa mempertimbangkan seberapa besar akurasi hadap mengarah ke kiblat ? padahal di Indonesia sendiri, ketika mengalami kemiringan 1˚ saja maka dapat mengalami kemiringan sejauh 111 km dari pusat tujuan. Maka, peran para pakar ahli sangat dibutuhkan disini. Karena dalam realitanya mereka mempunyai konsep tersendiri yang lebih mudah untuk difahami. Tapi konsep yang disajikan tidak bertentangan dengan konsep al-Qur’an dan as-Sunnah, namun sifatnya lebih memperjelas agar konsep bisa diterima oleh masyarakat khususnya masyarakat awam. Misalnya pendapat dari KH. Abd. Salam Nawawi. Beliau memberikan argumentasi dalam memaknai kata “ arah “ yang terkandung dalam QS. Al-Baqoroh 2:144 dengan sebuah makna arti atau gagasan yang mudah dipahami. Dalam buku beliau dijelaskan, bahwa dalam memaknai kutipan makna ayat “...palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram...“ ialah dengan arti “ ... palingkanlah wajahmu ke Syatr Masjid al-Haram... “.
Apa makna syatr sesungguhnya ? persamaan dari kata syatr adalah an-nishf (setengah) dan al-wasath (pertengahan). Beliau KH. Abd. Salam Nawawi memberikan arti bahwa Syatr ialah bidang setengah lingkaran vertikal. Lingkaran vertikal ialah lingkaran yang menghubungkan antara sebuah titik (Ka’bah) dengan titik antipode dibawahnya. Dalam analoginya menggambarkan bahwa bumi itu sebuah bangun ruang yang bulat, bukan suatu bangun datar. Sehingga selaras dengan QS. Al-Baqoroh 2:144 bahwa dimanapun seorang Muslim berada wajib halnya untuk menghadap ke kiblat yang disini berarti syatr Ka’bah. ( lihat pada gambar 1.3. ) penjelasan dari gambar tersebut adalah, dimanapun tempat seseorang berpijak pasti mempunyai syatr yang dapat menghubungkan tempat tersebut dengan Kiblat. Serta menjawab persoalan yang terdapat pada gambar 1.2 bahwa ketinggian dan kerendahan tempat tidaklah berlaku dalam penentuan arah kiblat dalam sholat. Sehingga selaras dengan kutipan ayat QS. Al-Baqoroh 2:144 “... dimanapun kalian berada, maka palingkanlah wajahmu ke syatr Masjid al-haram ...“
Maka akan lebih mudah jika disajikan dalam bentuk contoh analogi pemikiran serta perhitungannya (lihat gambar 1.4). penggunaan negara Indonesia hanya untuk mempermudah pembaca memahami arti dan pengertian yang disampaikan. Namun dalam prakteknya biasa menggunakan data-data suatu tempat dengan cakupan yang lebih kecil untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat di tempat tersebut. Kembali pada pembahasan, jika nilai sudut B digunakan sebagai pengurang atas nilai sudut lingkarang (360˚), maka hasilnya akan mencerminkan nilai azimuth kiblat Indonesia yakni jarak sepanjang lingkaran Horizon menurut arah jarum jam dari titik utara sejati sampai ke titik perpotongan antara lingkaran horizon atau ufuk tersebut dengan syatr Ka’bah-Indonesia. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai sudut B adalah sebagai berikut :

Cotan B = Cotan b x Sin a : Sin C – Cos a x Cotan C

 

Dengan Keterangan :
a          = ( 90˚ - ϕ Tempat )
b          = ( 90˚ - ϕ Ka’bah )
C         = ( λ Tempat – λ Ka’bah )
Setelah mengetahui rumus dan fungsi setiap data, langkah selanjutnya ialah melakukan perhitungan. Dianjurkan menggunakan kalkulator scientific ketika melakukan perhitungan, karena jika menggunakan kalkulator pada umumnya maka fungsi dari rumus tidak akan terbaca sesuai dengan apa yang diinginkan. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan adalah nilai azimuth kiblat yang dihitung dari titik utara sejati suatu tempat.
Berikut merupakan ulasan untuk mengenal dan mencari tahu bagaimana  cara mengetahui arah kiblat jika dikaji melalui prespektif Al-Quran, As-Sunnah dan Pendapat pakar ahli. Mengetahui hal ini adalah tak lain dengan tujuan untuk menyempurnakan ibadah, khususnya sholat. Karena tingkat perhatian masyarakat terhadap arah kiblat terbilang rendah. Semoga dengan adanya artikel ini tingkat perhatian masyarakat terhadap arah kiblat semakin tinggi. Sehingga kesempurnaan dalam beribadah bisa tercapai dan Ridho Allah pun semakin dekat. Salam Duhai Pemersatu Ibadah !!



[1] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.


EmoticonEmoticon

Formulir Kontak